Dalam rangka merayakan hari perempuan sedunia (Internasional Women’s Day) 2019, Flower Aceh melaksanakan diskusi publik komunitas di Kota Banda Aceh, Pidie dan Aceh Utara yang bertemakan melawan kekerasan seksual dan mewujudkan pemilu bersih untuk Aceh hebat.
Diskusi publik komunitas di desa Blang Oi, Kota Banda Aceh diikuti oleh puluhan perempuan dengan menghadirkan narasumber Presidium Balai Syura, Norma Susanti dan Direktur RpUK, Laela Jauhari.
Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat Flower Aceh, Ernawati menegaskan pentingnya pelaksanaan diskusi untuk membangun kesadaran kritis kelompok perempuan menyikapi isu seputar pemilu dan diskursus RUU penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang saat ini diperbincangkan.
“kegiatan diskusi ini kami laksanakan secara paralel di 3 kabupaten/kota, dalam rangka mengkampanyekan hari perempuan sedunia pada 8 Maret 2019. Tujuannya membedah substansi RUU PKS dari sudut pandang pengalaman RPUK dalam menangi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan di komunitas, dan mendorong inisiatif masyarakat dan aparatur desa untuk mendukung lahirnya kebijakan perlindungan perempuan secara khusus dan konfrehensif.”
Norma Susanti dalam paparannya mengatakan pentingnya partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak suara pada pemilu 2019. “Menjadi golput bukanlah pilihan yang bijak, karena setiap suara yang berikan akan menentukan baik-buruknya pemimpin dan perubahan pembangunan di Aceh selama lima tahun ke depannya,” jelasnya.
Soraya Kamaruzaman dalam paparannya menjelaskan tentang pentingnya partisipasi kelompok muda untuk aktif mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin Aceh di masa depan. “Kami berharap anak muda bisa lebih bersikap kritis di segala situasi dan menumbuhkan kepekaan sosial dan empati terhadap anak atau teman sebaya yang menjadi korban kekerasan seksual.”
Soraya juga mengharapkan agar generasi muda lebih bijak dalam menggunakan sosial media mengingat pengguna sosial media terbesar adalah dari kalangan anak muda. “Harapan kami mereka bisa lebih cerdas dalam memanfaatkan teknologi tersebut, seperti membiasakan menyebarkan berita yang bermanfaat dan mendidik, selalu cross check informasi serta tidak terjebak/ikut menyebarkan hoax.”
Sementara itu, Leila menekankan tentang penting disahkannya RUU PKS karena sebagai payung hukum untuk perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan. “Kami menyadari ada banyak pro dan kontra terhadap keberadaan RUU PKS ini, namun kami percaya keberadaannya dapat melengkapi aturan-aturan yang belum secara menyeluruh berpihak dan tidak cukup memperhitungkan pengalaman dan kebutuhan korban kekerasan seksual,” jelas Leila.
Kegiatan diskusi komunitas di Pidie dan Aceh Utara juga membahas tema yang sama dengan diiringi kegiatan pentas seni, berupa tarian tradisional, stand up komedi, dan pembacaan puisi.