Flower Aceh Gelar Workshop Jaminan Sosial Perempuan Pembela HAM

Flower Aceh Gelar Workshop Jaminan Sosial Perempuan Pembela HAM

Flower Aceh bekerja sama dengan Nurani Perdamaian Indonesia (NPID) menggelar workshop Jaminan Sosial Perempuan Pembela HAM di Aceh, Kamis (28/12/2023), di Hotel Ayani.

Direktur Flower Aceh, Riswati menyampaikan, tantangan dan ancamaan khususnya di Aceh masih terjadi.

“Perempuan Aceh sudah mengalami fase sulit beberapa tahun belum lagi ketika konflik,” jelasnya.

Konflik yang berkepanjangan dan konflik berakhir dengan terjadinya gempa dan tsunami pada 2004 silam.

Dikatakan, banyak pihak menyelesaikan konflik yang terjadi di Aceh sejak 1998 lalu. Dan juga ada garda terdepan cso perempuan pembela HAM.

Plt DPPPA Aceh, diwakili Plt Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak, Tiara Sutari, menyampaikan, naskah Perjanjian Damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka atau disebut MoU Helsinki ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.

Perjanjian Damai 2005 ini mengakhiri konflik Aceh yang berlangsung selama hampir 30 tahun. Butir-butir kesepahaman ini kemudian dituangkan/diturunkan dalam UU No 11/2006 tentang Pemerintah Aceh yang didalamnya mengintegrasikan semangat pelibatan Perempuan dan kelompok muda dalam Pembangunan perdamaian Aceh.

Dikatakan, untuk mengatasi dampak konflik bersenjata yang sangat besar terhadap perempuan dan anak perempuan.

Resolusi tersebut membuktikan pentingnya perspektif gender dalam mengatasi dampak konflik yang besar bagi perempuan dan anak perempuan, termasuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dan berbasis gender terkait konflik.

“Repatriasi dan pemukiman kembali, serta rekonstruksi pascakonflik dan kebutuhan untuk melibatkan perempuan dan anak perempuan secara bermakna dalam merancang dan membuat solusi yang peka gender,” jelasnya.

Dengan menggagas upaya-upaya perdamaian, perempuan pembela HAM menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan kerja-kerja pemajuan dan pemenuhan hak Perempuan di komunitas, perspektif atau paradigma penegakkan HAM terhadap kasus-kasus pembela HAM perempuan yang masih tidak berpihak. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *