Anak Tersangkut Masalah Hukum, Flower Aceh: Ini Jadi Warning Bersama

Anak Tersangkut Masalah Hukum, Flower Aceh: Ini Jadi Warning Bersama

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – MAB (17) dan YF (15) divonis 1,4 tahun dan enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh atas tindak pidana pengeroyokan.

Keduanya ketentuan Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHPidana Jo UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang undangan lain yang berhubungan dengan perkara ini.

Mereka terbukti menjadi pelaku pengeroyokan yang tergabung dalam anggota geng motor Gerimis dan melakukan penyerangan terhadap Fakhrus Walidan di Benk Kupi pada Minggu (20/1/2024) dini hari lalu.

Akibat pengeroyokan itu, Fakrus mengalami luka bacok di bagian kepala, tangan dan luka lebam di sekujur tubuhnya.

Menanggapi putusan tersebut, Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menyayangkan kasus pengeroyokan yang dilakukan oleh terdakwa yang masih usia anak. 

“Ini menjadi warning bersama bagi kita di Aceh. Korban dari kasus ini harus mendapatkan penanganan dan pemulihan yang komprehensif, serta terpastikan haknya terpenuhi,” kata Riswati, Senin (4/3/2024).

Sementara bagi terdakwa harus mendapatkan pembinaan, karena masih berusia anak, maka proses hukum menggunakan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). 

Beranjak dari kasus tersebut, menurutnya keluarga harus memperkuat pola asuh positif dengan mengoptimalkan peran dan fungsi utama keluarga. Komunitas penting pula menjadi pengayom sekaligus menjalankan peran kontrol sosial. 

Ia menyarankan, sekolah perlu memperkuat nilai-nilai budi luhur dan akhlakul karimah melalui proses sekolah ramah anak. Pemerintah memperbanyak ruang bermain, sarana kreatifitas anak, serta ruang-ruang positif yang sejalan untuk menyalurkan kreatifitas dan bakat anak.

“Sehingga anak lebih fokus pada aktivitas positif dan bermanfaat, jelasnya. Peristiwa kekerasan atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus dilihat kasus per kasus. Tidak ada satu kasuspun yang sama. Tidak boleh juga digeneralisir untuk kasus lainnya,” ungkapnya.

Kemudian UU SPPA pada dasarnya menganut prinsip yang sama dengan Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak, yaitu semua anak, termasuk yang didakwa melanggar hukum pidana, memiliki hak hidup, tumbuh dan berkembang secara maksimal.

“Semua penegak hukum, masyarakat, orang tua, guru, tokoh agama, tidak boleh menstigma anak yang sudah dipidana,” ujarnya.

Ia menegaskan, saat dipenjara, anak berhak bebas dari kekerasan, berhak mendapatkan kunjungan dari orang tua, pendidikan, dan kesehatannya harus dijamin. 

“Pastinya, anak tersebut sama memiliki hak seperti anak lain, kecuali kemerdekaannya untuk bergerak dibatasi. Saat anak sudah keluar dari penjara,  tidak boleh ada stigma,” pungkasnya.

Sumber : https://aceh.tribunnews.com/2024/03/04/anak-tersangkut-masalah-hukum-flower-aceh-ini-jadi-warning-bersama

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *